Translate

Minggu

Mata Ken dilingkupi kaca-kaca halus berbentuk air. Bumi  diguyur butiran hujan, seperti anak panah dimedan perang menghunus musuh berterbangan dari langit. Kedua telapak tangannya terulur menyentuh hujan, digenggam lalu sirna meninggalkan jejak basah dikulit. Mata terpejam dan air bening jatuh membentuk anak sungai menghiasi kulit pipi Ken. Daun-daun pohon rambutan didepan kamar bergoyang ramai mengikuti irama hujan. Jendela kamar Ken dibuka  lebar, seakan mengizinkan sang hujan memeluk jiwa hampanya.
Rasa sakit menerobos lewat dinding hati, ia menangis bersama hujan, menyapa sesuatu seharusnya disapa, memeluk sesuatu  seharusnya dipeluk. Terpejam dan tanganya masih terulur diluar jendela ditimpah oleh hujan yang jatuh makin deras. Sentuhan halus dirasakan Ken, berlahan tanganya digenggam diantara jari-jarinya seolah-olah ingin menggapai tangan seseorang, namun hujan menenggelamkan bayangan yang diinginkan Ken.
Dibalik pintu kamar. Seorang wanita berdiri seperti patung pajangan. Tanganya mengenggam erat-erat tiang pintu, air matanya bercucuran, kepalanya bersender diantara tembok. Lelah terpahat diantara kantung mata. Ia telah berdiri disana ketika  hujan turun tadi, semua gerak-gerik Ken tidak luput dari tatapan matanya, setiap kali hujan turun nyawa sang mama seakan melayang, ia harus menyaksikan Ken begitu lemah tanpa daya. Ini adalah tahun kedua, selama itu juga Ken seonggok raga tanpa jiwa.
Sebagai seorang mama ia sungguh tidak berdaya menolong anaknya. Penyesalan atas kesalahan masa lalu kini sungguh tidak berguna. Ketidak perdulian dia sebagai wanita yang melahirkan Ken hingga hidup anaknya berakhir dikursi roda. sebagai seorang mama dia terlalu sibuk dengan pekerjaan sebagai kepala Yayasan, dia terlalu percaya  lembaran-lembaran uang   berlimpah akan memberikan kebahagiaan untuk Ken…
Dua tahun sudah dia mencari sebuah alasan mengapa tiba-tiba anaknya mengalami kecelakaan tragis hingga mengalami kelumpuhan dan menutup diri pada siapapun. Perubahan drastis terjadi, anaknya mulai bertingkah aneh, terkadang senyum lalu tiba-tiba beruraian air mata
“ma...” lamunan sang mama buyar
“Sin. Sejak kapan kamu di sini?”  ia menghapus air matanya tatkala menyadari kedatangan anak sulungnya
“baru saja. Ken masih bermain dengan teman imajenirnya lagi ma?” mamanya mengangguk. Sinta melangkah mendekati Ken, dielusnya kepala adiknya. Mama  menggenggam erat tangan Ken
“sayang, hujannya sudah berhenti kan? Sekarang Ken tidur ya nak… ” Ken membuka mata sayunya, sang mama menghapus sisa-sisa air mata dikelopak mata anak bungsunya. Sinta mendorong kursi roda Ken berbelok kearah tempat tidur. Hujan telah usai berdendang  meninggalkan jejak-jejak lembab di bumi bersamaan dengan perubahan wajah Ken kembali tanpa ekspresi, tatapanya kosong. Sang mama dan Sinta memapah tubuh kurus Ken keranjang. Sinta membaringkan dan menyelimuti tubuh Ken, beberapa menit kemudian matan Ken terpejam. Sinta menarik tangan mamanya meninggalkan Ken dalam tidurnya…
“kamu sudah mendapatkan orang bernama Elsy itu?”
“aku sudah bertanya dengan puluhan teman Ken. Dia tidak mempunya teman bernama Elsy bu, aku sudah menyelidiki semua orang yang pernah dekat dengan Ken. Mereka sama sekali tidak tau tentang penyebab kecelakaan itu” mendengar jawaban Sinta Wanita yang mulai menua itu menghela nafas panjang. Bik Inem pembantu rumah tangga mereka datang dengan  membawa dua gelas teh hangat. Sinta mengenggam tangan ibunya
“Ken akan sembuh kan Sin?” tubuh mamanya bergocang hebat, tangis meledak. Mereka menangis berdua…
Kenangan Sinta melayang ditahun-tahun kebahagiaan bersama Ken
            *          *          *
“Ken! Bangun!” Sinta menyibakkan selimut lalu berteriak tertahan ditelinga Ken
“Huah, kakak ini apaan? aku masih ngantuk” Ken menutup kedua telinganya menggunakan  bantal
“bener? tidak mau bangun?” Sinta menggelitik pingang adiknya. Ken tertawa terbahak-bahak menahan geli
“ampun kakak. Iya. Iya bangun” Ken duduk menghadap kakaknya, ia menggarut-garut rambutnya yang ajak-ajakan…
“mandi. Berpakaian rapi oke” Perintah Sinta halus sambil merapikan rambut adiknya dengan jari-jarinya
“eits! tunggu dulu” Ken memeluk tangan Sinta seraya menyodorkan muka kearah kakak satu-satunya itu. Sinta tersenyum lalu mencium hidung adiknya. Ken bergegas membersihkan tubuhnya. Seperti biasa ia mengenakan jens kesayanga  yang telah ia robek di bagian lutut. Ia mengenakan kaos oblong dan dilapis  kemeja kotak-kotak. Ken meluncur keruang makan keluarga. Sinta sudah menunggu…
“ampun. Ken, pakaianmu yang rapi toh dek. Aduh,  jangan begitu” protes Sinta  melihat dandanan adik semata wayangnya
“Ah, kakak ini adalah hari terapiku” Ken mencium pipi Sinta
“tapi?”
“ets! tidak boleh protes.  Ken bubuk lagi nih” ancam Ken sok serius
“iya, iya. Huh! dasar tomboy. Kapan ya? kakak bisa lihat kamu mengenakan pakaian yang sedikit feminim?”
“terus saja. Hayalan tingkat tinggi”ujar Ken sembari mengunyah roti tawar dan menyeduh susu hangat sekali teguk…
Setelah sarapan pagi itu Ken dan Sinta meluncur dengan mobil diantara jalanan kota. Sesekali diliriknya Ken yang lebih banyak diam akhir-akhir ini. Sinta mengemudia pelan lalu berhenti disebuah taman kota. Ken turun, ia memandangi kakaknya. Ken tidak mungkin lupa dengan tempat ini. Setiap hari penting almarhum papanya selalu mengajak keluarganya  ketempat ini. Sinta menggandeng tangan adiknya mereka berdua duduk dibawa pohon kayu jati. Sinta melepas kacamatanya. Dipandanginya mata adiknya
“kakak mengerti pasti kamu ingin mama datang juga kan? tapi dia tidak bisa Ken bilau  sibuk diluar kota, mungkin lusa dia datang. Tadi mama telpon kakak, mama titip salam untuk kamu dan dia ingin mengucapkan ulang tahun secara langsung... tapi...”
“sibuk kan?” suara Ken mendatar
“mama menyayangi kamu”
“aku tau” nada suara Ken parau seketika seola-olah menahan gejolak hati
“selamat ulang tahun ya dek” Sinta megalihkan topi pembicaraan sensitif itu
“ya” Ken memeluk kakaknya erat. Sinta merasakan ada sesuatu yang berbeda pada adiknya, hati Ken bergemuruh, Sinta merasa jika hati adiknya bergelombang garang
Sinta tidak menyangka jika pembicaraan itu adalah hari terakhir dia mendengar suara Ken. Malamnya, Ken pamit keluar. Lima jam kemudia ia mendapat kabar dari Rumah Sakit , sebuah truk menabrak motor Ken, menurut pihak rumah sakit Ken dibawa pengaruh alkohol. Sinta tau betul, walaupun Ken mempunyai jiwa bebas dia sangat anti dengan minuman-minuman berbau alkohol, entah apa yang membuat adiknya sebegitu gamang, higga hidupnya menjadi serpihan-serpihan robekan kertas
Setelah kecelakaan itu Ken tidak pernah berbicara selain menulis di dinding kamarnya. Sebuah nama Elsy.  Semua upaya telah dilakukan keluarga untuk menolong Ken. Tapi sia-sia. Tubuh Ken seolah-olah kosong . Namun, setiap kali turun hujan tubuhnya beriaksi penuh emosional
Sinta telah bertanya pada semua orang yang mengenal Ken. Tapi, tidak satu orangpun dari mereka tau Ken pergi dengan siapa malam itu…
*          *          *
Sinta duduk di samping tubuh Ken.  Dielus-elusnya rambut adiknya. Mata Ken masih terpejam. Udara pagi menyeruak segar, memenuhi setiap ruang. Dinding kamar Ken hanya berhiaskan  tulisan nama ELSY
“siapa dia Ken? apakah kau akan menyimpan rahasia hidupmu selamanya, menguburnya bersama kebisuanmu sekarang? Seharusnya ceritakan pada kaka,  kau tidak pernah sendiri sayang. Ada kakak. Kau ingat? saat kecil dulu kau sok jagoan ingin melindungi kakak. Tidak membiarkan kakak jauh-jauh darimu. Kau bandel. Tapi, kakak menyayangimu Ken. Sudah berjanjikan? menjaga mama dan kakak, kakak percaya itu, kau akan menjadi pelindung bagi keluarga kita. Kau kecewa pada mama? kakak mengerti dia tidak sempat memberikanmu kasih sayang karena setelah papa meninggal dia  sibuk mengurus semua pekerjaanya, itu demi kita Ken. Kau lihat sekarang mama makin tua, dia ingin kau memberikan kesempatan padanya untuk menumpahkan semua kasih sayangnya Ken. Dia menunggumu bangun. Kasihan mama Ken...” Kepala Sinta tertunduk mencium tangan adiknya...
Sinta berdiri, menutup terai kamar Ken seperti biasa. Senja hampir sirna, digantikan malam mulai menebar gelap. Sinta kembali mengamati setiap huruf ditulis Ken, dirabanya dinding kamar Ken, tiba-tiba kulit jarinya menyentuh sesuatu, ruang di  dinding. Sinta mengamati dengan cermat. Dinding itu membentuk sebuah balok seukuran buku. Ia bergegas mengambil obeng besar dan palu. Dimembongkarnya cepat. Ternyata…
Oh My God” didalam dinding itu ada sebuah ruang kecil. Sinta menemukan tiga buku kecil. Semacam buku agenda bertuliskan semua orang bersama Elsy “Ken, begitu rapi kau menyimpan ini?” Sinta duduk di lantai. Dibukanya lembar demi lembar catatan itu
30 September 2000
Mama satu minggu tidak pulang. Padahal ingin sekali bercerita betapa hebatnya aku dikampus bermain teater Universitas. Semua anak baru menginginkan masuk keteater tersebut, hanya aku yang terpilih untuk manggung bersama seneior. Dan opsisiku untuk masuk ke Senat semakin mulus. Meneruskan profesi papa sebagai seorang politisi. Aku kangen papa, apa bisa ya seperti dia?
Ketika pementasan selsai. Seluruh mahasiswa ditaman Budaya bersorak meriah. Diantara keramaian itu. Seseorang menghampiri memberikan selamat padaku. Wajahnya putih bersih kemerah-merahan seperi bunga sakura. Dia mengajungkan jempol memuji  aktingku. Melihat dia aku teringat kakak, jika kakak melihatku saat ini, dia akan memelukku berjam-jam, karena bangga. Mungkin aku akan pingsan karena tidak bernafas dipeluk olehnya…
18 Oktober 2000
Aku berada didalam kelas mengikuti matakuliah Pengantar.  Lewat kaca jendela mataku menangkap sosok anggunya. Dia berjalan bersama rombongan, mengenakan seragam putih menuju Lab. Aku baru tau jika dia adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran, ia tertawa riang bersama teman-temanya. Keceriaanya telah menyihirku. Aku enggan berpaling dari sosok itu, hingga ia menghilang di gedung lab. Karena menatapnya lama, aku melewatkan beberapa penjelasan dari  dosen matakuliah Ilmiah Dasar, dosen buncit itu mengajukan padaku beberapa pertanyaan. Katanya sih dia tidak suka dikelasnya ada mahaswa tidak fokos pada saat ia menerangkan materi. Aku sempat tertawa dalam hati, bagaimana kami bisa fokos jika materi yang dia beri adalah cerita masa mudahnya. Apa dia tidak sadar jika hampir dari seisi kelas sering bolak-balik kekamar mandi mencuci muka karna melawan kantuk. Termasuk aku terkadang memilih berada dikantin ketimbang masuk mata kulianya. Aku lebih suka nongkrong dengan para mahasiswa seneIor setidaknya otakku akan sedikit berjalan karena digunakan berdiksusi banyak  hal. Jika kakak tau aku sering bolos kuliah, telingaku akan merah karena dijewer olehnya. Ah, kakak sayang, percayalah pada adikmu aku akan menyelsaikan pendidikanku  lulusan terbaik dan tercepat sebagai Sarjana Politik.
 29 Oktober 2000
Aku mengikuti Seminar Nasional  diadakan oleh kampus. Aku duduk paling depan. Aku kembali melihatnya. Ia bertugas sebagai moderator. Ucapanya lugas, terarah dan pintar  terlihat saat ia menyimpulkan hasil dari seminar tersebut. Aku tidak menyangka ia akan menyapaku stelah acara itu selsai. Hari ini aku tidak membawa motor. Terpaksa harus menunggu bis di halte depan kampus. Sebuah mobil berhenti di depanku. Saat kaca jendela dibuka, ternyata dia. Ia mengajakku naik mobilnya, Jujur aku malu walaupun mau. Aku salah tingkah. Dan pertama dalam hidupku aku sama sekali tidak percaya diri dengan pakaian ala peremanku, berbeda denganya sangat modes dan farfunya harus sekali. Dia sangat ramah, selalu punya bahan cerita untuk diobrolkan. Dia ingin mengantarkanku kerumah, tapi aku minta diturunkan disimpang tiga. Senyumnya, membuat sesuatu dihatiku menggelitik bahagia
10 November 2000
Aku keperpustakaan untuk mencari refrensi mata kuliah Pengantar Ilmu Politik, merasa  bodoh soal teori, aku mulai memprioretaskan untuk mengetahui teori-teori sosial, dengan banyak-banyak membaca otaku akan terhindar dari kesesatan kerimba kebodohan. Tidak cukup betanya tentang teori pada dosen, karena jawabanyapun tidak akan mampu memuaskanku, aku lebih suka berstetmen lalu bertanya, agar wacana perkuliahan bisa meluas.
Saat sedang asik-asik membaca puluhan teori. Tiba-tiba ia duduk disampingku. Menyapa dan berdiskusi tentang teori-teori politik yang sedang kubaca.  Seneior  baik pikirku. Lalu ia menuliskan beberapa judul  buku pengarang serta penerbitnya. Menurutnya buku-buku itu layak untuk dibaca. Walaupun, bidang ilmu kami jauh berbeda, ternyata dia sangat menguasi Ilmu Politik. Pantas saja jika dia menjabat Kepala Bidang Keilmuan di Senat. Ia mengajaku ke tokoh buku bersama. Kelanjutanya adalah ia mengajakku kerumahnya, aku sempat bertanya dimana anggota keluarganya. lalu dengan ringan ia bercerita bahwa papanya sudah meninggal. Dia anak tunggal, ibunya seorang dokter gigi tinggal di kota yang berbeda. Aku masih beruntung, punya kakak begitu mencintaiku walaupun kasih sayang mama jarang aku dapatkan
20 november 2001
Dia tertawa terbahak-bahak, saat aku mendongeng menurutnya sangat lucu. Dia bilang aku hanya pandai merangkai kata dikertas tidak bisa merangkai kata lewat lisan. Karena  ingin melihat kemapuanku mendongeng ia memaksaku, kulakukan sekuat tenaga, karena harus berfikir bagaiman selanjutnya ceritanya lidahku sering terpatah-patah. Dan aku menyerah, benar-benar kalah denganya soal mendongeng... ia mampu membuatku tertidur pulas dengan lantunan dongeng yang berterbangan indah dari bibir tipisnya... SEPASANG KUPU-KUPU DAN KUNANG-KUNANG dongeng yang sukses membuatku melayang-layang . Saat aku bangun. Tanganya masih merangkul pinggangku. Diam-diam kukecup keningnya ia mengeliat manja tidak menolak
11 desember 2001
Drama Korea itu mampu menyihir kami berdua. Tidak pernah melewatkan satu epesodepun. Karakter dalam film itu sama dengan karakter kami berdua. Terkadang saat Drama Asia itu diputar kami sering berteriak-teriak karena alur ceritanya tidak seperti kami kehendaki. Aku menyukai Drama Korea itu karena dia menampilkan bunga sakura sebagai lambang cinta mereka.

30 Februari 2002
Aku menggengam tanganya. Aku lebih memilih bersamanya malam ini. Dia hanya sosok kesepian saja yang sangat membenci mamanya. Kukatakan padanya, mama kupun tidak punya banyak waktu untukku tapi aku tidak membenci mama, aku mencintai mama. Tapi, semua kataku ditepis... mamanya adalah penyebab kematian papanya. Dia lelah... berpura-pura sempurna dimata orang lain, hanya karena keelokan paras dan dia punya segalanya. Dia merasa orang mendekatinya karena kelebihan  yang ada pada dirinya. Aku mencoba mengerti
Dan entah mengapa dia menciumku. Ciuman pertamaku. mungkin pada saat itu kami sama-sama emosional... hingga aku merasakan dia benar-benar lembut seperti bunga sakura
03 Maret 2001
Tadi sore aku mengajaknya kepasar tradesional, bau menyengat hidung . Kulihat air matanya keluar Karena menahan bau dan becek. Aku kasian padanya… tapi dia trus mengikutiku melakukan wawancara menyelsaikan tugas mata kuliahku. Dan saat pulang dia  demam. Aku cemas. Menurut penbantunya mungkin itu seumur hidup dia kepasar tradisional, semalam suntuk aku menjaganya.  Ia mengigau menyebut nama papanya, tubuhnya menggigil. Kupeluk erat… aku merasa bersalah. Besok paginya badanya kembali membaik, kugenggam tanganya dan meminta maaf. Melihat muka cerahnya lega setengah mati
09 April 2001
Ia bersender dibahaku. Berbicara serius tentang rasa. Katanya, jika suatu saat kami terpisah oleh takdir maka cahaya hijaunya sebagai kunang-kunang akan menuntunku. Dan hujan turun, ia menarik tanganku kehalamanya. Ia memutar-mutar tubuhnya seakan sedang menari dengan seseorang... lalu ia menggengam tanganku. ciuman itu selembut buliran hujan. Aku melepaskan ciuman dan menatap wajahnya yang basah kuyup. Dia secantik hujan, aurahnya menyihir jiwaku. Kebahagiaan yang ingin kusatukan selamanya
Aku bimbang. Apakah hubungan cinta kami akan menjadi rahasia selamanya. Bayangan kakak dan mama membuatku bersalah, seakan belati yang tersimpan dibilik hatiku suatu ketika akan memotong bagian cintaku padanya…
05 Mei 2001
Kebersamaan kami semakin intim. Tapi, aku tidak pernah mengenalkan keluargaku padanya. bahkan dia tidak mengetahui rumahku. Kukatakan jika suatu saat aku membawanya kerumah ketika aku siap mengenalkan dia sebagai anggota keluargaku, aku ingin kakak dan mama menerima dia sebagai kekasihku. Walaupun memaklumi, tapi ada gurat kecewa diparas cantiknya. Sungguh aku belum siap untuk jujur. Suatu saat ketika waktunya tiba, aku tidak perlu menyembunyikan hubungan asmara kami dengan berkedok persahabatan, seperti kami lakukan pada mamanya.
Sore. Cahaya mentari berubah warna jadi kelam terbalut mendung. Kuajak dia ketaman. Hujan turun. Berkejaran bersama buliran hujan adalah kesenanganku dan dia. Pulang aku dan dia terkena flu
Kakak  mulai bertanya mengapa jarang tidur di rumah. Aku beralasan sibuk mengiuti organisasi kampus, nampaknya kakak percaya. Didepannya berusaha menyembunyikan kegelisahanku. Aku sangat takut jika kakak mengetahunya. Aku menyayangi kakak, tidak sanggup dibenci olehnya
11 Desember 2001
Perahara datang. Mamanya melihat adegan itu, betapa mesranya aku mencium anak perempuanya. Wanita seumuran mama itu menarik tubuh anaknya masuk kamar lalu memukulinya, aku memohon agar dia tidak melakukan itu. Diapun memukulku, sembari  mengancam akan melaporkan aku kepolisi jika aku tidak keluar dari hidup anak tunggalnya
18  Desember 2001
Setelah kejadian itu. Hidupku karam ia tidak terlihat dikampus lagi. Aku hanya mampu  melihat rumahnya dari jarak jauh. Terkunci rapat, padahal besok adalah ulang tahunku. Aku merindukan canda tawa kami. Bahkan kami belum menonton epesode trakhir Drama Korea itu. Dan aku belum memperlihatkan padanya aku sudah bisa mendongeng...
19 April 2001
Dia mengirim sebuah  sms isinya dia rindu dan ingin bertemu denganku, mamanya tidak dirumah. Betap bahagianya aku akan bertemu dengan pujaan hatiku. Walaupun, baru dua hari aku berpisah darinya, rindu dan gelisahku telah menggunung. Sesampainya aku dirumahnya. Kurasa itu adalah akhir dari hidupku, hatiku telah dibakar oleh penghianatanya. Dengan mata kepalaku sendiri melihat  ia sedang tidur dengan wanita lain, wanita itu sedang mencumbunya. Hatiku hancur, remuk. Kutinggalkan rumah itu. Dia tidak menyusulku, kagetpun tidak dengan kedatangku...
20 desember  2001
Kakak mengajaku ketaman
Kakak orang pertama mengucapkan ulangtahun padaku, kemudian mama walupun ucapan itu hanya titipan. Namun aku tetap ingin kekasihku mengucapkan meski, hanya beberapa kata. Semua nomor handphonenya tidak ada yang aktif. Walaupun dia telah menghianatiku, aku bahkan bersedia memaafkannya, dia hanya manusia biasa tidak akan luput dari salah
Rasanya tidak sanggup menetikan air mata didepan kakak. Aku mencoba bersikap biasa. Semua hidupku serasa telah dirampas, seperti daun-daun kering mahoni berjatuhan dibumi
Aku bertekad apapun terjadi malam ini aku akan menemuinya. Ingin memastikan mengapa penghianatan itu ia lakukan. Bukankah dia sudah bersumpah jika apapun terjadi akan tetap mencintai dan tidak akan meninggalkanku
*          *          *
Air mata Sinta bercucuran setelah membaca  lembar demi lembar buku harian adiknya...
“inilah rahasia hidupmu Ken. Mengapa kau sembunyikan ini? tentang orentsi seksualmu?” gemuruh menghantam hati Sinta “jangan takut Ken, apapun untumu” Sinta memeluk kepala Ken sambil menangis tersedu. Bik Ijah menghampiri Sinta
“cahayu?”
“bik, tolong beresihkan kamar. Jangan cerita tentang dinding itu pada mama. Tolong sampaikan pada mama, aku ada pekerjaan penting, mungkin lusa pulang. Jaga Ken bik, aku pergi dulu” Sinta bergegas pergi dengan mobilnya. Foto dan alamat itu. Elsy Sofian Mahasiswa Kedokteran. Apa yang terjadi malam itu? semua penjelasan bisa ia dapatkan jika ia bertemu Elsy. Ia mendapatkan Informasi jika Elsy sedang PTT di sebuah derah dikawasan Bandung
Pagi-pagi sekali Sinta meluncur ke sebuah Desa, tidak sulit ia menemukan daerah itu...
“maaf buk. Mau tanya disini ada doker mudah bernama Elsy?” tanya Sinta pada ibu-ibu yang memakai kain lusuh di kepalanya sebuah beronang  berisi kayu bakar
“oh, bu dokter. Dia di Puskesmas.  Rumahnya disana, didekat pohon jati”
“terimakasih buk” Sinta menuju Puskesmas kecil  terletak diujung Desa. Ia menyusuri lorong berlantaikan semen. Samar Sinta mendengar suara lembut, ia mengintip dari celah jendela, seorang wanita memekai jas putih sedang memeriksa anak kecil sambil mendongeng. Sinta menunggu. Setelah dokter itu selsai memberikan resep kepada orang tua. Sinta memasuki ruang kecil yang dipenuhi alat medis
“silakan mbak, masuk” sapa dokter itu ramah. Benar dia adalah wanita di foto itu. Mata Sinta menatap tajam kearah wajah sang dokter.
“Elsy?”
“iya”
“Ken…” muka dokter muda itu memucat pasi, saat nama itu disebut. Dan air matanya tidak terbendung lagi “dia adiku. Sebuah kecelakaan teragis menimpanya setelah kau melakukan penghianatan itu” Elsy menangis menjerit. Sinta terdiam
*          *          *
Malam itu. Ken menerobos rumah Elsy dia ingin bertemu. Terjadilah keributan dirumah Elsy
“Elsy. Katakan padanya! Cepat” mamanya menggengam tangan Elsy kuat. Wanita yang pernah tidur bersama Elsy ada disamping Elsy
“Ken. Tinggalkan aku. Aku sudah mencintai wanita lain dan mama merestui hubungan kami Ken. Lupakan aku. Komohon” Ken sempat menangkap jika ada air mata mengalir halus dimata Elsy. Dengan langkah gontai Ken meninggalkan rumah itu. Elsy mengharapkan jika Ken bisa kuat mendengar semuanya. Setelah keadaan terkendali ia akan menceritakan pada Ken. Dan ternyata ia tidak pernah bertemu Ken lagi. Selama 24 jam gerak-gerik Elsy dipantau oleh keluarga besarnya.
            Mamanya mengancam. Jika hubungan mereka diteruskan. Semua fasilitas Elsy akan ditarik dan biyaya pendidikan Elsy akan dihentikan. Dan mamanya  akan memasukan Ken kepenjara karena penipuan dan melaporkan Ken sebagai lesbian kepada keluarganya. Dan Ken akan D.O dikapus. Hidup Ken masih begitu panjang dan Ken masih mempunyai mimp-mimpi yang belum dicapainya fikir Elsy. Dia tidak sanggup jika hidup Ken hancur, ia bersedia mengikuti kata mamanya.
Elsy tidak menyangka jika mamanya melakukan hal keji dengan memasukan kan obat tidur diminuman Elsy, lalu mengirim sms kepada Ken atas nama Elsy. Mamanya membuat Elsy seolah-olah tidur dengan perempuan lain, wanita itu adalah sepupu Elsy sendiri, mereka bersekongkol agar memisahkan Ken dan Elsy
Setelah mengetahui semuanya hati Sinta merasa sakit.
*                      *                      *
“Selamat ulang tahun sayang” Sinta mencium kening adiknya.
“Ken harum banget ya hari ini” ujar mama. Ken duduk mematung di kursi roda
“ini adalah kado ulang tahun dari kakak Ken” Sinta dan mamanya membawa Ken ketaman
Sesampainya di taman…
“mama merestui jika itu kebahagianmu nak” mama berbisik ditelinga Ken
“lihatlah Ken...” kedua bola mata Ken mengedip, seorang berdiri anggun didepannya. Ia mendekat kearah Ken…
“sudah kubilang bahwa cahayaku akan menuntunmu Ken. Maafkan aku. Kukira kau akan mengerti tangisku malam itu. Kumohon maafkan aku” Elsy mencium telapak tangan Ken. Ia menumpahkan semua tangisnya di telapak tangan kurus Ken. Sinta menatap mamanya yang telah beruraian air mata. Berlahan... jari-jemari Ken menyentuh rambut Elsy, mengelusnya pelan. Elsy mendongak cepat menatap Ken. Wajah itu…
“El.. sy…” bibir Ken terbata-bata
“Ken…” mama Ken kaget. Setelah sekian tahun dia bisa mendengar suara Ken. Ia memeluk anaknya
“sayang...” Elsy berdiri dan menghadapkan mukanya kemata Ken
“Aku… me… maafkan mu…” kata Ken terputus-putus
            Elsy memeluk Ken erat. Sinta tersenyum. Lalu ia menggandeng tangan mamanya, berlalu meninggalkan Elsy dan Ken
            “itu lebih baik kan ma?” mamanya mengangguk
            "mama..." suara anak yang dia rindukan, ia membalikan tubuh dan memeluk tubuh Ken erat...
08.08.00   Posted by Unknown in , , , , with 8 comments

8 komentar:

  1. Very nice story. Mengharukan. Aq suka akhirnya. Diantara tangis pasti ada tawa. Sedih akan terhapus oleh kebahagiaan. :)

    BalasHapus
  2. silver : yeheaaahh apapun duka rasanya tidak akan berarti apa-apa jika kebahagiaan telah datang menghapus perih...:))

    BalasHapus
  3. Lama baru baca tulisan u lg ra he5...
    terus update ya... masukin layout followers donk ra..., jadi gw bs follow blog u... ditunggu ya :)

    BalasHapus
  4. Makasih yah Rel... hampir satu tahun kali ya gak nulis di blog lagi, terpaksa buat yg baru:))

    oke tnx yah Relz

    BalasHapus
  5. test test ....cuman mo ngetest doank, berani ga tanpa moderasi .... wkwkkwkwkwkwkkwkw

    BalasHapus
  6. Hahahaa.....
    Bagus bgt cerita nya, buat aq berkaca-kaca..

    Ntan.

    BalasHapus
  7. sinyoooo: sorryyy nyo dari awal juga dah gak pakek moderasi segala.... hahahahah
    gak perlu itu mah...saya suka keterbukaan,,,,yang dibuka-buka yah saya buka wkwkwk

    BalasHapus
  8. ntan..sebesar apa kacanya Ntan :))

    huhuhuh
    tapi gak peah kan kacanya? hahahhaha

    BalasHapus

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search