Translate

Kamis


Wajahnya berlipat, tanpa senyum… kuseduh Pinky Lady cepat, memasuki tenggorokanku… wajah kami bedua menghadap ke danau… suasa Kambang Iwak masih belum terlalu ramai. Ia mulai bercerita… mengelu… kurasa kami dalam kondisi  sama…

“mencintai itu sakit…” kataku 

“hmmm… entahlah, aku sangat mencintai perempuan itu. Tapi, apa yang dialakukan… ia menghianatiku lagi dan ini bukan sekali…” ia mengotak-atik laptop. Binar  matanya sebenaraya lebih sendu dari biasanya, bibirnya bisa mengatakan apapun, namun wajahnya tidak bisa menipu… bahwa cintalah  membuat otaknya lebih keruh, hingga mengaburkan apapun  dia lakukan…

“sebenarnya, kamulah yang membuat ini sulit… cobalah untuk biasa saja”

“enggak bisa”

“hahahahha…. Coba tarik dikit bibir kamu itu, enggak enak litanya, kalo berlipat sepuluh” aku menirukan bentuk bibirnya yang dari tadi turun kebawa… ia nyengir…

“eh kau nih…” 

“kapan yah? aku bisa bersama orang yang kucintai ditempat ini” aku mengalihkan pembicaraan…

“amin, semoga saja secepatnya…” jawabnya singkat… awalnya aku pengen nonton, tapi konsidiku yang tidak diizinkan lagi untuk pulang sore, jadi tujuan kami terakhir adalah Kambang Iwak

“eh, Zhu. Pulang jam 6 ajalah yah… “

“aku enggak bisa, justru jam 6 aku harus tiba dirumah”

“hmmm… sudah ini aku mau kemana yah?” dia seperti orang linglung… tanpa tujuan…

“pulang… mandi…trus  telponan sama dia untuk menetralkan perasaanmu”

“hah…” ia kembali mendesah… sulit membuat suasana secara yang dia inginkan.  Walaupun tidak jarang dia tertawa, tapi kembali  wajah itu ditekuk sepuluh… 

“lah, gimana, lagu kamu dengarkan juga melow begitu, yah suasana hatimu juga berantakan…” protesku saat ia mengkelik laku melow milik KOTAK… 

“trus… lagu apa?” aku mengklik sebuah lagu milik TRIAD persi dangdut “PASRAH
‘, ia mendelik, aku tertawa…

“susah memang kalo orang lagi patah hati… asal jangan aja melakukan hal-hal yang jutru menimbulkan masalah baru…” kataku datar. Aku menjatuhkan kepalaku di mejah dan memandang kedua bola matanya, mencoba menemukan jawaban duka bertumpuk… ia memang tidak bercerita dengan berrurai air mata, tapi wajah sendu itu terlalu malu untuk menangis didepan sahabatnya ini… dan itu sangat tidak lucu jika ditempat keramain ini aku menyeka pipinya yang basah oleh air mata (weeeekkkk… yang ado kau kuceburkan kekolam…. Hahahahha. Mampossss!!!! Yang baca ini pasti langsung muntah…. Gek kutampung muntan kau ke tong sampah yehhh, muntahnyo emas be biar biso kito jual hahahah)

Lalu ia bercerita lagi… melow lagi… hingga kami pulang… saat kami berdua menyusuri terotoar KI, aku mendahuli dia selangkah dan melihat lebih jelas wajahnya…
“senyum dikit woi…” kami berdua menyebrang…

“eh, aku beliin gaun mau enggak? Trus kamu pakai”

“gilo” hahahahahah…

Aku menunjukan sesuatu padanya…

“nah kan, sebenaranya masalah kita sama. Tapi, cara kita menyikapinya berbeda… berat dan ringan maslah itu tergantung kita. Sesudah ini… pulang, mandi, baca buku kek atau nonton CD..DV si Luna Maya sama Arel. Dan jangan pernah memunculkan masalah baru”

“hahahahha” 

Kami berdua tertawa bersama… dan entah tidak tau apa yang ditertawakan…
dan sore itu, membawa kami pulang… menyusuri setiap liku kota Palembang

06.16.00   Posted by Unknown in with No comments

0 komentar:

Posting Komentar

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search