Translate

Selasa

Ia menyulut sebatang rokok ke-bibir, dipegang disela-sela jari-jarinya yang bergetar.  Dihisap sampai keparu-paru. Ia duduk hampir tersandar, dalam hitungan detik rokok telah menjadi abu entah tersebar kemana… matanya membendung seperti telaga menahan gelombang akan segera menenggelamkan hidupnya. Entah merasa ada didunia mana… hatinya seperti sudah di cabik-cabik oleh tsunami memporak-porandakan harapan jiwa. Seharusnya di-akhir Desember ia akan menyaksikan kembang api dengan kecupan dan pelukan hangat… seharusnya dia akan berada di bioskop menyaksikan film-film cinta… seharusnya rindu terbendung itu sudah lebur dengan dua tangan bergenggaman menyusuri setiap lorong kota Jakarta.
Pertengahan Desember 2012.

Pelukan terakhir

Air mata mengalir seperti sungai, dia tak mengerti… entah mengapa rasa pilu menyeruak masuk tanpa permisi kehatinya…
“sudah, tidak usah menangis. Nanti kita bertemu lagi… kan nanti aku pulang” dia membiarkan wanita itu menghapus air mata dan menenangkannya. Sayang… isak itu tak mau berhenti, bahkan menjadi-jadi. Ia memeluk erat tubuh kekasihnya… rasa itu menusuk-nusuk seperti belati, tak pernah merasakan kesedihan sedalam ini sebelumnya… padahal mereka sering berpisah. Kepiluan tak dia pahami sama sekali. Tak disangka jika itu pelukan terakhir…
Kekasihnya terbang ke Medan untuk merayakan natal bersama keluarga. Ia menunggu dalam diam dan gelisah semakin menjadi. Rasa takut aneh itu dicoba untuk ditepis. Ia menunggu waktu untuk segera memandang kekasihnya setibanya dari Medan, kebahagiaan akan kembali seperti biasanya dimana hari-hari akan dia jalani dengan kekasihnya… pelukan penuh cinta… kebahagiaan tak habis-habisnya, dalam hitungan hari dia akan segerah melabuhkan rindu… pikirnya.  Ia bersukur dengan hidupnya sekarang… memiliki wanita luar biasa, mendampinginya dalam badai… gerimis… bahkan terik… yang memberikan cinta seperti mata air jernih dan tanpa habis-habisnya. Benar kata syair lagu jika, kita punya cinta kita menginginkan apa-apa lagi.
Setibanya kekasih-nya di Jakarta…

“sayang… kepalaku sakit sekali aku istrahat dulu yah” diujung telepon suara wanita itu hampir tak terdengar… beberapa kali ia menangis ditelpon menyampaikan jika ia rindu

“sudah… aku tidak apa-apa. Aku disini” ujar kekasihnya meyakinkan
Dalam hitungan hari…

Tepat pukul 18:00 ia tak menyadari kehilangan besar menghampirinya. Tiba-tiba menjadi kosong. Ia tetap mengabaikan perasaan aneh itu…
Pukul 23:00 ia log in di facebook. Dunianya hancur. Setatus teman facebooknya mengumumkan bela sungkawa. Air matanya membeku. Ia pikir itu hanya lelucon lucu. Ia menelpon adik kekasihnya sekedar memastikan, jawabanya adalah “iya”. Ia mematung…
Ia berbaring dikasur tempat dimana kekasihnya bisa ia peluk


“yank… kenapa sih kamu gak nurut sama aku untuk menjaga diri kamu” ujarnya… meski ia masih meragukan apakah kekasihnya benar-benar pergi. Semua bunga di hatinya berguguran tanpa tersisah… kesakitan itu sampai mendasar takterasa lagi. Ia tetap membeku… 

“kau harus datang melihat wajahnya untuk terakhir kali…” ujar temanya meyakinkan

“iya. Nanti kamu menyesal...” saran-saran berdatangan. Dia tetap meyakinkan dirinya bahwa kekasihnya tidak mungkin membiarkan dirinya sebatang kara. Penyangkala demi penyangkalan terus bergejolak dihatinya.
Akhirnya ia memutuskan… “harus memberanikan diri”
Hari pertama. Ia melayat bersama abangnya… sayangnya kakinya kaku untuk melangkah keluar dari mobil. Ia membatu duduk di jok, ia membuang pandangnya ketempat lain… agar matanya tak bertemu dengan kedukaan rumah yang tengah ramai oleh kesedihan. Abang kandungnya menghampiri

“kamu yakin tidak mau melihat?” ia menggeleng. Lalu mereka pulang…

Jelang pemakaman, ibunya menemani…

Kekasih tlah berada dipeti, mengenakan gaun putih… didandani begitu cantik. Ia berdiri tepat dipinggir dimana kekasih tertidur panjang. Tak ada air mata mengalir, seperti es menunggu cair hingga membanjir… ia hanya menatap wajah kekasih dalam… semasa hidup wanita inilah memberikan semua cinta untuknya tak mampu tergantikan dengan apapun. Hal paling dia takuti terjadi, dulu wanita ini selalu mengajaknya untuk melayat teman-temanya yang pergi lebih dulu… mereka berdua begitu empaty pada pasangan-pasangan  ditinggal pergi… dan kini dialah harus bertanya pada dirinya sendiri”bagaimana aku tanpa kamu”

Hal paling menyakitkan adalah tak bias menunjukan emosi, jika “aku sangat kehilangan. Dunia lihatlah aku kehilangan kekasih hatiku. Lihatlah kepiluanku” sebab… cinta mereka adalah cinta rahasia tak semua orang tau jika perempuan cantik sedang memegang bunga ditanganya itu adalah pasangan hidupnya. Seharunya ia mengecup kening prempuan itu untuk terakhir kalinya lalu membisikan “I love you sayangku…” bukan hanya memandang menahan rasa. Ia melangkah keluar… mencari sudut paling tepat untuk menyembunyikan gelombang jiwa dengan menghisap rokok! Bunga-bunga ucapan duka berdatangan, ia tak menyangka jika nama kekasihnya akan berada disana. Orang-orang berdatangan… ratusan manusia itu tak dia perdulkan, dia seperti sendiri didunia…  tatapan aneh keluarga kekasihnya membuat tak nyaman, tanpa permisi meninggalkan rumah duka. Dia berusaha menjaga rahasia hubungan mereka sebisa sekuat dia mampu.

Pemakaman

Dia harus menunggu lagi. Ia berdiri dikejauhan... bunga mawar putih dan mawar ia padaku untuk hadia. Akhir-akhir ini ia tidak memberikan bunga sebagai tanda cinta. Beberapa jam sudah berlalu… dia tetap mematung, menunggu hingga semua orang sepi.

“Seharusnya… aku berada dikerumunan orang-orang yang mengelilingimu… menampakkan kehilanganku… hatimu mungkin untukku, tapi ragamu kembali pada keluargamu sayang…

Seharusnya… aku menabur bunga bersama mereka digundukan tanamu… tapi, hanya hatimu milikku…”
Gundukan tanah itu sudah membungkus kekasihnya… semua orang sudah pergi. Sepi…Berlahan dia melangkah membawa rangkaian bunga… ia mengelus nisan… menciumnya berkali-kali… ia ingin memeluk kekasihnya, semuanya tercurah… membanjir dipusaran kekasihnya… ia mencium nisan wanita itu berkali-kali seperti ia mencium kening kekasihnya semasa hidup…

“kamu baik-baik disana yah sayang… nanti aku kesini lagi…”
Dalam kesendirian... tangisnya pecah...




…..
Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian
Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku

Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita
Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian
Cinta kita melukiskan sejarah

Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati
Saat aku tak lagi di sisimu

Ku tunggu kau di keabadian
Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan

Pasti tahu cinta kita sejati
Lembah yang berwarna
Membentuk melekuk memeluk kita
Dua jiwa yang melebur jadi satu
Dalam kesunyian cinta

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati
(Cinta sejati/BCL)

20.24.00   Posted by Unknown in , , , with No comments

0 komentar:

Posting Komentar

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search